Dalam
sejarah imprealisme Barat, mereka tidak hanya menjajah tanah air penduduk,
melainkan juga pola pikir manusia di dalamnya.
Penulis buku sejarah,
Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah Jilid Kesatu menulis, “Dengan kata
lain, penjajah Barat dalam upaya penaklukan kembali – reconquista
terhadap islam, tidak hanya menjajah wilayah jajahan. Melainkan juga mencoba
menjajah pola pikir rakyat jajahan dengan cara mendistrosikan penulisan
sejarah. Menurut Anthony Smith dalam Geopolitics
Of Information, selain melakukan distorsi penulisan sejarah juga dalam
masalah berita pun, Barat melancarkan news imperialisme – penjajahan
berita.”
Pada pertengahan 2013
silam, saat itu di Kairo, saya teringat pertanyaan seorang guru. Beliau
bertanya kepada kami, berapa lamanya Bangsa Indonesia dijajah? Kami menjawab 350 tahun bangsa Indonesia
dijajah. Beliau bertanya lagi, berapa lama perlawanan bersenjata berlangsung?
Tidak lebih dari 10 tahun terakhir.
“Ratusan tahun
sebelum itu, apa yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia? Mereka tidak sadar
sedang dijajah!,” begitu ujarnya. Para
pelopor perjuangan ketika itu membutuhkan waktu hingga ratusan tahun lamanya
melakukan gerakan penyadaran tersebut di bumi Nusantara.
Gerakan Penyadaran dengan
Membaca
Gerakan penyadaran.
Itulah yang dilakukan oleh Guru Besar Bangsa, Raja Djawa Tanpa Mahkota, Kyai
Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Ia merangkul seluruh eleman masyarakat
dengan jargon, hidup yang utama. Tidak ada seperempat manusia yang kemudian
dengan CSI (Central Serikat Islam) -1916, yang dia dirikan itu melakukan
gerakan penyadaran melalui pendidikan.
Membaca adalah gerakan
untuk menyadarkan rakyat. Siapa
sejatinya mereka, apa yang terjadi pada mereka dan bagaimana mereka mestinya
bersikap dalam hidup dan kehidupannya.
Serikat Islam
mencetuskan Ide Pemerintah Sendiri (Lepas dari cengkraman penjajah barat dan
timur), – Zelf bestuur, 1916 M – Api Sejarah, Ahmad Mansur. Kemudian pada 1945
diproklamirkan kemerdekaan Indonesia oleh murid sekaligus menantu beliau
sendiri, Soekarno.
Awal Kebangkitan
Islam adalah Iqro’
Goresan tinta sejarah
begitu detail mengabadikan perubahan besar yang dilakukan oleh kekuatan baru
bernama Islam. Di saat bangsa Bizantium Romawi dan Persia sebagai dua kekuatan
adidaya dunia kala itu telah melenceng jauh dari Tuhan. Tidak lagi menuhankan
Tuhan, tidak pula memanusiakan manusia, mengekor pada hawa nafsu, melakukan
kerusakan di atas muka bumi lagi melampui batas.
Kemudian Allah
utuslah seorang anak terbaik dari keturunan terbaik, Baginda Nabi Muhammad
Shollallahu alaihi wasallam- dengan gerakan Iqro’ nya, yakni gerakan membaca.
Gerakan membaca
merupakan sebuah penyadaran manusia akan hakekat siapa Tuhan mereka. Siapa diri
mereka dan hakikat segala yang ada di sekitar mereka yaitu alam semesta besrta
isinya ini.
Allah Firmankan dalam
Al Quran sebagai ayat pertama yang diwahyukan, Iqro’, Bacalah. Kita
mendapati kalimat berikutnya adalah “Bismi Robbikal Ladzi Kholaq,” dengan
menyebut nama Tuhan mu yang telah menciptakan kamu.
Maka di dalam Islam,
semua yang kita baca, semua yang kita pelajari, semua yang kita telaah dan kaji
dalam cabang keilmuan manapun itu seyogyanya kita kembalikan kepada Allah.
Artinya, seluruh keilmuan itu adalah untk mendekatkan diri kita kepada Allah.
Maka, demikian lah
pada setiap zaman sejarah selalu mengulangi alurnya. Gerakan penistaan manusia
diawali dengan pembodohan. Sebaliknya gerakan kemuliaan, membangkitkan manusia
dari tidur panjangnya dalam lumpur nestapa, adalah dengan mencerdaskan. Dengan belajar.
Sejarah berpesan; Bacalah, dan Bangunlah! (Kiki)
Artikel
ini telah dimuat sebelumnya di Hidayatullah.com (Senin, 20 April 2015) dengan
sedikit perubahan.
No comments:
Post a Comment