Bismillah, setelah melewati perbatasan dengan menunjukan surat rekomondasi kepada bapak-bapak tentara turki yg gagah, kami turun dan ganti mobil, diantara kemuning senja, melintasi kemah-kemah pengungsian, semua serba dalam tenda; bengkel, warung, rumah, semua di dalam tenda, hanya itu atap mereka, selebihnya adalah bumi yang beratapkan langit.
Mobil berjalan perlahan, karena jalanan tidak rata, membuat suasana hati kian merintih diantara keajaiban, "Bagaimana mereka bisa tinggal di tempat seperti ini, selama bertahun-tahun? dengan wanita dan anak-anak, ibu menyusui, cukupkah gizinya? Bagaimana? bagaimana bisa?!" tak terasa air mata mentes, semoga bisa ku berbuat walaupun sedikit. Harap ku.
Matahari perlahan pergi tinggalkan gelap, mobil yang berisi tujuh enam realwan dan satu mujahid itu menyalakan lampu sorotnya, sampai di jalanan aspal pak supir menekan gas kencang, harus berjalan cepat!
Mobil berhenti, dua orang datang samar-samar mereka terlihat di kaca depan.
Oh, ya? mereka memanggul senjata? dengan baju biasa? mereka kah Mujahidin itu?
"Ikhwah Muhajirin min Andunisi, ma'a harokati ahrarus syam.. Lil Ighostah." ucap Abu Roma, seorang Mujahid mengawal kami, kepada para mujahid yang sedang berjaga perbatasan itu.
"Ahlan, ahlan bis-syabab, tafaddhol ya akhi, Allahu yahmikun.."
jawab para pemuda yang mengorbankan dirinya itu demi menjaga darah kaum muslimin, setelah menjabat tangan kawan-kawan yang duduk di kursi depan dan melambaikan tangan ke saya dan teman-teman yg duduk di belakang. Kemudian kembali ke pos bersama satu lagi kawannya dengan masing-masing memanggul sepucuk senjata Kalashnikov buatan Mikhail Kalashnikov perancang legenda AK-47, senapan otomatis yang menjadi senjata pilihan di seantero dunia, meninggal pada usia 94 tahun, dan satu mujahidin yang standby dengan senjata mesinnya.
Mobil kembali melaju membelah sunyi, di bawah sinar rembulan, melsat cepat dalam ketetapan Tuhan-Nya.
Bismillah, tawakkal alallah...
Bersambung...
No comments:
Post a Comment