Sunday, 29 December 2013

Sepenggal Kisah Dari Bumi Syam II (Catatan Relelawan Suriah)




Bagian II

Jam lima pagi, alhamdulillah pesawat mendarat di Bandara at-tatruk. Planga plongo ky orang bego, makulum anak kampung naik pesawat.
"Trus, ke mana nih?" Bingung.

Tapi syukur Alhamdulillah, di pesawat dapet kenalan baru, beliau dosen dari Mesir, tau saya pelajar Al azhar asal Indonesia, beliau bersikap sangat ramah, dan berbaik hati menunjukan tempat pengurusan imigrasi, buat dapet Visa.
"Saya punya banyak kawan dari Idonesia, meraka sangat ramah," Katanya memuji.


Singkat cerita, setelah bertemu kawan-kawan relawan di Bandara yang ternyata hanya terpaut lima menit waktu mendaratnya, bersama melanjutkan perjalan udara sore harinya menuju Hatay.

keindahan kota Istnabul dari atas langit, melintasi kota-kota lain kemudian perbukitan yang hijau, menambah decak kagum betapa negeri Ahmad Al-fatih itu gagah dan asri.
Sinar mentari sore, cahayanya yg menembus kaca pesawat, membuat hati terus bertanya, "Apa benar saya sedang menuju Suriah.. Ah, Allah sellau mengutus malaikat-malaikat tak bersayap-Nya, membawa keajaiban dalam setiap permohonan.

Setibanya di Bandara Hatay, kami sudah ditunggu oleh Abu Saad dan tim relawan pertama beserta beberapa warga Suriah. kami semua langsung menuju kota Raihanli, sebuha kota sahdu nan asri, dikelilingi perbukitan batu putih, rumah-rumahnya tertata rapi dan genteng rumahnya berwarna-warni, ada yang merah, biru, hijau, indah. Desa yang berbatasan darat dengan Suriah.

"Di balik bukit itu adalah Suriah," unjuk tuan rumah yang menjamu kami, sambil menunjuk jejeran perbukitan di depan rumah. Diantara yang kami temui di penginapan malam itu adalah seorang pemuda tampan asal Inggris, berwajah putih dan berjenggot lebat, salah seorang relawan asal Britania Raya yang sudah jatuh hati dengan Suriah, "Sesampainya saya di Suriah, seketika saya lupa Inggris," katanya dengan sorot mana penuh makna.

Hanya semalam menginap di Raihanli, Turki mengatur langkah dan menyatukan Visi serta Misi. "Ya Ikhwah, besok kita akan masuk Suriah, bumi JIhad dan Ribath. Misi kita adalah kemanusiaan, dan ini termasuk dari katagori Jihad. Ikhlaskan niat, dan jaga selalu niat tersebut," Abu Saad mengawali tausiah beliau yg pertama malam itu, di hadapan para relawan yang tadinya belum saling mengenal satu sama lain, yang bertemu dan dipertemukan oleh Suriah, kecintaan padanya, karena-Nya. InsayAllah.

Sebuah keajaiban bisa menginjakan kaki di bumi Syam, bersua dan bertatap muka dengan penduduknya. Alhamdulillah, lewat Peduli Muslim yang dipimpin oleh Abu Saad, tubuh kecil hitam dan bodoh ini mendapat kesempatan itu.

Kesempatan langsung menggendong anak-anak Suriah, yang hanya berharap waktu bermain mereka. Kesempatan melihat dan menyaksikan pesawat-pesawat tempur itu memuntahkan bom-bomnya, menghancurkan rumah-rumah penduduk sipil, hanya karena alasan mereka berkomplot dengan para “terorris”itu.

Para “teroris” yang lebih saya kenal dengan nama Mujahidin. Kesempatan bercengkrama dan mengenal lebih dalam para “teroris” yang berjenggot dan berwajah tampan, dengan sorban melilit kepala mereka, gagah.
Kesempatan datang ke bumi jihad dan ribath, Suriah, Syam.

Entah dari mana harus memulainya, jika mengingat awal kali sampai ke perbatasan itu, sebuah perbatasan yang hanya dipisah oleh kawat berduri yang melintang jauh puluhan kilo meter, dijaga oleh gabungan dua pasukan yang sangat berbeda gayanya; Militer Turki dengan seragam dan senjata lengkap, bersama Mujahidin Suriah dengan sepucuk senjata yang mereka panggul dan pakean sipil yang mereka kenakan, satu Mujahid satu senapan, gagah.

Bersambung...

http://youtu.be/Bwe6xrwOVYI

No comments:

Post a Comment